Berita Nasional Terpercaya

Menjelajah Bawah Sadar Anak Kita

0

HarianBernas.com-Hei jumpa lagi dengan saya, Kusuma W Prastiaji. Semangat pagi selamat berbagi! Saya akan ajak Sahabat Kusuma untuk menjelajah bawah sadar anak yang pernah diulas di bukunya Pak Ariesandi di sekolahorangtua.com. Beliau merupakan guru dari guru hidup saya dan seorang master di Teknologi Pikiran.

“Lihat ulanganmu jelek lagi, sudah waktunya kamu ikut les!” kata sang mama dengan gaya orangtuanya.

Pernah mendengar kalimat seperti itu? Berapa banyak lagi orangtua yang selalu panik saat anaknya mulai tidak sesuai dengan harapan pikiran dan perasaannya. Dari pagi-siang-sore malam, Jey  berjibaku dengan buku dan pelajaran ditambah teriakan-teriakan. Sejak Senin sampai Sabtu setiap jam empat sore, ia harus les pelajaran. Belum lagi kursus menggambar, piano, vokal, dan lain-lain.

Ketika nilainya semakin jelek, Mamanya semakin bingung dan Jey diberi pelajaran tambahan di rumah wali kelasnya. Ketika diikutkan les pelajaran di rumah wali kelasnya, nilainya mulai mengalami perbaikan. 

Namun, sahabat tidak semua nilai bisa kembali seperti semula. Mamanya semakin menekan, Jey makin dituntut belajar lebih keras lagi. Ia semakin sering dimarahi dan dihukum oleh Mamanya. Cinta bersyarat bagai peluru menembus sisi-sisi kepala, dada, dan seluruh tubuh Jey.

Puncaknya ketika Jey mendapat nilai 55 saat ulangan matematika. Mamanya marah besar. Tak pernah terbayang dalam benak Jey, Mamanya menjadi semarah itu.  Keesokan paginya, ia malas sekali bangun dari tempat tidurnya. Hari ini, ia harus mengikuti remidi ulangan matematika. Mamanya sudah berteriak berulangkali untuk membangunkannya. Jey masih enggan dan bermalasan sampai tiba-tiba BRAK!!! DER DOR DAR!!

Sang mama yang perkasa telah berdiri di depan pintu yang telah terbuka, “Cepaat bangun dan siap-siap ke sekolah!” hardik sang Mama. 

Jey menangis tak berdaya. Ia berusaha mengucapkan sesuatu tapi bibirnya serasa tak mampu digerakkan. Lidahnya serasa kelu. Ia berusaha sebisa mungkin untuk bicara di depan mamanya. “Mama, aku tidak mau berangkat….” suaranya terbata-bata terputus oleh tangis yang meledak. “Pokoknya aku tidak mau ke sekolah, aku takut!”

Apa yang kamu takutkan? Kamu harus bersiap-siap sekarang! Cepat!! Atau…bla..bla..bla. Cinta bersyarat berulang terekam di sekujur tubuh Jey. Mamanya sudah kehilangan kesabarannya. 

“Aku takut mengecewakan Mama! Aku takut ulanganku jelek lagi dan Mama akan kecewa. Aku anak yang bodoh, aku tida  mau masuk sekolah!” seru Jey dibarengi tangis yang makin meledak. 

Sang Mama diam terpaku. Tak tahu harus mengatakan apa lagi. Rasa marah yang tadinya menguasainya, mendadak lenyap. Lidahnya pun terasa kelu. Kakinya gemetar, matanya nanar, dan kepalanya pusing. Napasnya menjadi tersengal-sengal menahan emosi yang tak jelas ujung pangkalnya. 

Perkataan Jey begitu menusuk hatinya. Perlahan, ia merendahkan badannya dan tangannya meraih pundak Jey yang bersimpuh di kakinya. “Kamu anak yang pintar, sayang! Berapapun nilai yang kau dapat akan Mama terima dg senang hati. Berusahalah sebaik kau bisa. Ayo kita siap-siap berangkat,? demikian perkataan lembut yang berusaha di lontarkan untuk menenangkan hati Jey. 

“Tidak Ma, aku takut mengecewakan Mama. Aku takut membuat Mama sedih. Lebih baik aku tidak ikut remidi agar Mama tidak kecewa lagi,? ucap Jey. 

Berbagai bujukan dilontarkan Mamanya dengan cinta bersyaratnya makin gencar d lekatkan, tapi Jey tetap tidak mau ke sekolah. 

Dua minggu setelah itu, mereka datang kepada saya dengan janji temu tentunya di sebuah tempat yang saya tentukan. Saya menangani banyak sekali case seperti Jey dengan berbagai pola.

Saya paham maksud mereka baik, tapi cara memahaminya dan memaknainya yang berbeda. Terjadi distorsi di sana-sini. Permasalahan tersebut berawal dari persepsi tentang pendidikan dan kesuksesan. Orangtua kebanyakan berpandangan nilai akademis sangat menentukan masa depan. Ia juga ingin anaknya punya semangat belajar tinggi. Oleh karena itu, terus memacunya, bak kuda liar yang harus dijinakkan. 

Bagaimana solusi yang terbaik? Yuk mulai bangun pengetahuan parentingnya jadi pondasi dasar utama dan bisa dari sumber parenting manapun asal dipraktekkan. Buat siapa?  Buat diri kita sendiri. Kalau berdampak untuk banyak orang, terutama anak-anak generasi sekarang dan setelah kita. Sungguh tiada yang bisa membeli rasa syukur dan bahagia ini. 
Semangat pagi, selamat berbagi!

Tweet: @SahabatKusuma
E-mail: [email protected]
Like fanspage FB: Sahabat Kusuma
Jaringan Pribadi: 08989210390

Leave A Reply

Your email address will not be published.