Birokrasi Ular Tangga (bagian 2)
HarianBernas.com – PILKADA- L (Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung) menjadi dilema bagi birokrasi atau PNS. Berdasarkan informasi dari rekan-rekan birokrasi dari berbagai daerah di tanah air mengemukakan hal yang sama. Dimana birokrasi atau PNS dihadapkan dua pilihan pahit yakni ikut keberpihakan kepada salah satu pasangan calon atau bersikap netral.
Bagi PNS yang menempati jabatan strategis seperti : Kepala Dinas/Badan, Kabag di Sekretariat sudah pasti merupakan orang-orang dekat Incumbent (Kepala Daerah yang menjabat). Tiada pilihan lain selain berjibaku untuk terlibat politik praktis dalam pemenangan incumbent dengan ?menghalalkan berbagai cara? sebagai bentuk balas budi dan ungkapan terima kasih kepada orang yang dianggap berjasa telah memberikan jabatan empuk kepada dirinya.
Bagi birokrasi atau PNS yang diberi jabatan empuk lalu dianggap tidak mendukung Incumbent maka alamatlah akan menerima konsekuensi dari tindakannya tersebut bisa dalam bentuk non job atau bergeser ke posisi jabatan yang tidak strategis.
Apabila dalam proses PILKADA tersebut dimenangkan oleh Incumbent maka birokrasi atau PNS yang telah berjibaku sebagai tim pemenangan akan lebih berjaya tinggal memilih jabatan strategis mana yang diinginkan karirnya melejit seperti main ular tangga.
Berbeda nasib PNS atau birokrasi yang berpihak kepada pasangan yang kalah alamat lah menerima ?hadiah istimewa? yang menyakitkan seperti main ular tangga dari posisi atas dan strategis ke posisi bawah bertemankan meja.
Bagi PNS atau birokrasi yang bersikap netral alias tidak terlibat politik praktis mendukung salah satu pasangan calon Kepala daerah maka nasibnya juga abu-abu. Jadi, janganlah bermimpi untuk dipromosikan ke jabatan yang strategis, jabatan yang adapun sudah diklaping-klaping oleh orang-orang dekat kepala daerah terpilih.
Memang akhirnya serba sulit, nasib birokrasi di era PILKADA Langsung saat ini bila terlibat politik praktis lalu kalah resikonya terlalu besar yang akan diterima. Bila PNS atau birokrasi bersikap netral malah dianggap abu-abu tidak punya prinsip.
Gubernur, Bupati/Walikota selaku pejabat politis yang dipilih secara demokratis oleh rakyat memilki kewenangan untuk mengangkat siapa yang diinginkan, sebelum mengangkat atau memutasi seseorang diharapkan berdasar pertimbangan tertentu, karena loyalitas dan istiqomah sangat dibutuhkan pada setiap diri yang diamanahkan untuk menjadi pimpinan.
Barangkali strategi Presiden RI, Soeharto selama menjabat selama 32 tahun jarang kita mendengar bawahannya yang tidak loyal bahkan tetap menjalin silahturrahmi sampai beliau wafat.
Berbeda dengan fenomena pejabat-pejabat saat ini terutama di daerah begitu Gubernur, Bupati/Walikota tersandung kasus, dilengserkan atau berakhir masa jabatannya maka saat itu juga pejabat yang dulunya dekat sekarang menjauh bahkan berjumpa pun takut.
Sedangkan loyalitas bukan berarti persekongkolan tetapi berupa kepatuhan seseorang birokrasi dengan segala kemampuan untuk mendukung tugas siapapun pimpinannya. Loyalitas birokrasi saat ini tergadai, karena rekruitmen nya bukan berdasarkan seleksi kemampuan dan track record tetapi lebih ditentukan ?bisik-bisik? orang-orang dekat penguasa.
Berdasarkan pengamatan bahwa promosi jabatan birokrasi melalui orang-orang tertentu atau kelompok tertentu dalam memilih dan merekruit pembantunya, maka PNS tersebut akan lebih loyal kepada orang atau partai politik. Karena sudah mempromosikan dirinya daripada kepada kepala Daerah.
Apabila terjadi konflik antara Kepala Daerah dengan partai politik atau kelompok masyarakat tertentu maka PNS atau birokrasi tersebut akan memihak kepada partai politik atau kelompok yang mempromorasikan dirinya dari pada memihak kepada Kepala Daerah, bahkan dirinya akan menjadi mata-mata kelompok yang berseberangan dengan Kepala daerah.
Sebagai seorang Kepala Daerah yang dipilih secara demokratis oleh rakyat dituntut agar lebih bijak dalam proses pengangkatan dan pencopotan seseorang PNS. Agar penyelenggaraan pemerintahan daerah akan lebih menyentuh kepada kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Pengangkatan seseorang dalam jabatan tertentu hendaknya berdasarkan kompentensi,kapabilitas dan loyalitas, sebagai pembantu Kepala Daerah dalam mewujudkan janji-janjinya kepada rakyat saat kampanye yang dituangkan dalam bentuk visi, misi Daerah selama priode kepemimpinan Kepala Daerah 5 (lima) tahunan.
Bila dianalogkan pada sebuah perusahaan, bila tidak dikelola oleh manajer profesional alamatlah perusahaan tersebut akan bangkrut, atau sebuah bis angkutan umum yang diawaki oleh sopir yang baru belajar nyetir mobil maka alamatlah bis tersebut masuk jurang.
Pada akhirnya, perombakan birokrasi dengan menggunakan sistem ?Ular Tangga? akan memberikan dua dampak yang berbeda. Dua dampak tersebut harus dapat diuji, dievaluasi dengan muara tujuannya adalah demi kemaslahatan, kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
Perombakan dengan sistem ular tangga tersebut haruslah mengacu kepada aturan normatif kepegawaian yang berlaku, memiliki KPI yang jelas, tegas, terbuka/transparan, bebas dari kepentingan pribadi/politik. Dan terukur serta harus diiringi langkah pembinaan birokrat yang konstruktif demi menjaga kualitas produktifitas, profesionalisme, spirit kerja dan loyalitas positif kepada institusi dan masyarakat.
Muhammad Fahmi, ST, MSi
Pemerhati masalah Sumber Daya Manusia dan masalah Tematik Bangsa
Kandidat Doktor Program Studi Manajemen Sumber Daya Manusia
(Universitas Negeri Jakarta UNJ)
Master of Ceremony (MC), Trainer Publik Speaking/Kehumasan
Salam Merah Mempesona Menggelitik Hati
[email protected] atau WA: 08158228009